Teras Hukum
Hukum Bisnis Islam dan Perannya dalam Membangun Indonesia

Hukum Bisnis Islam dan Perannya dalam Membangun Indonesia

14 Oct 2025
           

Islam dikenal sebagai agama rahmatan lil ‘alamin — rahmat bagi seluruh alam. Prinsip ini mencerminkan ajaran Islam yang universal, penuh kasih, dan menebarkan manfaat bagi kehidupan manusia, termasuk dalam bidang ekonomi dan bisnis. Dalam pandangan Islam, aktivitas ekonomi bukan hanya urusan duniawi, tetapi juga bagian dari ibadah apabila dilakukan dengan niat yang benar dan sesuai dengan syariat.

Landasan Ekonomi dan Hukum dalam Islam

Islam menempatkan hukum sebagai pedoman utama dalam mengatur hubungan sosial dan ekonomi. Segala bentuk aktivitas bisnis termasuk dalam ranah muamalah, yaitu interaksi antar manusia yang diatur secara fleksibel berdasarkan prinsip keadilan dan kemaslahatan.

Dalam hukum Islam, setiap tindakan manusia dikategorikan ke dalam lima hukum: wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram. Prinsip ini menjadi dasar bagi pelaku bisnis muslim dalam menentukan mana aktivitas yang boleh dan mana yang dilarang.

Hukum bisnis Islam bersumber dari dua pilar utama: syariah (aturan ilahi dalam Al-Qur’an dan hadis) dan fiqih (penjabaran hukum oleh para ulama). Syariah memberikan nilai dan prinsip dasar, sementara fiqih menyesuaikannya dengan konteks kehidupan modern agar tetap relevan.

Prinsip-Prinsip Bisnis Syariah

Islam mengajarkan bahwa bisnis harus dijalankan dengan keadilan, kejujuran, dan tanggung jawab sosial. Beberapa prinsip pokok yang menjadi landasan dalam hukum bisnis Islam antara lain:

Keadilan (Al-‘Adl) – melarang riba dan penindasan dalam bentuk apa pun.

Al-Ihsan – berbuat baik dengan memberi manfaat kepada orang lain.

Al-Mas’uliyah – menekankan akuntabilitas individu, masyarakat, dan negara.

Al-Kifayah – menghapus kemiskinan dan menjamin kesejahteraan sosial.

Al-Wasathiyah – keseimbangan antara kepentingan pribadi dan publik.

Prinsip-prinsip inilah yang menjadi fondasi bagi sistem ekonomi syariah yang adil, transparan, dan berkelanjutan.

Perkembangan Ekonomi Syariah di Indonesia


Sebagai negara dengan lebih dari 87% penduduk beragama Islam, Indonesia memiliki potensi besar dalam mengembangkan ekonomi berbasis syariah. Sejak berdirinya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1992, sistem keuangan Islam terus tumbuh. Pemerintah kemudian memperkuatnya dengan berbagai regulasi, seperti UU No. 10 Tahun 1998 dan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

Undang-undang ini tidak hanya memberikan dasar hukum bagi perbankan syariah, tetapi juga menegaskan prinsip larangan riba, gharar (ketidakjelasan), maisir (spekulasi), serta keharusan akad yang sah secara syariat.

Selain itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Dewan Pengawas Syariah (DPS) berperan penting dalam memastikan setiap produk dan layanan perbankan tetap sesuai dengan prinsip Islam. Kolaborasi antara pemerintah, Bank Indonesia, dan MUI menjadikan perbankan syariah sebagai bagian resmi dari sistem ekonomi nasional.

Tantangan Implementasi


Meski berkembang pesat, masih muncul kritik bahwa sebagian praktik perbankan syariah belum sepenuhnya mencerminkan nilai Islam. Misalnya, sistem bagi hasil yang dianggap mirip dengan bunga di bank konvensional. Padahal, dalam Islam, niat dan akad menjadi inti dari keabsahan transaksi.

Karena itu, pengawasan terhadap transparansi akad dan kesesuaian prinsip syariah menjadi hal penting agar ekonomi Islam tidak sekadar menjadi label, tetapi benar-benar menghadirkan keadilan sosial.

Tiga Pilar Ekonomi Islam untuk Pembangunan

Dalam konteks pembangunan nasional, sistem ekonomi Islam menawarkan tiga prinsip pokok yang relevan untuk diterapkan di Indonesia:

Multiple Ownership – kepemilikan bersifat ganda: individu, publik, dan negara. Hal ini mencegah monopoli dan menjamin pemerataan.

Freedom of Act – setiap individu bebas berusaha selama tidak melanggar hak orang lain dan tetap bertanggung jawab secara moral.

Social Justice – menegakkan keadilan sosial, di mana pemerintah dapat mengintervensi pasar untuk mencegah ketimpangan ekonomi.

Ketiga prinsip ini sejalan dengan firman Allah dalam QS. Al-A’raf ayat 85 yang menegaskan pentingnya keadilan dan kejujuran dalam perdagangan.

Peran Hukum Nasional

Hukum bisnis Islam kini telah menjadi bagian integral dari sistem hukum nasional. Berbagai undang-undang memberikan legitimasi bagi penerapan prinsip syariah, termasuk perluasan kewenangan Peradilan Agama untuk menangani sengketa ekonomi syariah melalui UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009.

Meskipun demikian, pemerintah juga membuka ruang penyelesaian sengketa melalui jalur non-litigasi seperti musyawarah atau mediasi, selama disepakati dalam akad. Hal ini menunjukkan fleksibilitas hukum Islam dalam menghadapi dinamika bisnis modern.

Penutup

Hukum bisnis Islam memiliki peran strategis dalam membangun fondasi ekonomi yang adil, beretika, dan berkelanjutan. Sinergi antara hukum dan ekonomi menjadi kunci bagi kemajuan bangsa.

Ketika hukum ditegakkan dengan adil dan ekonomi dijalankan dengan nilai-nilai moral Islam, maka kesejahteraan bukan sekadar impian. Indonesia berpotensi menjadi pelopor ekonomi syariah dunia — negara yang tidak hanya tumbuh secara material, tetapi juga berlandaskan keadilan spiritual dan sosial.

Penulis:
Chelpiana Yulianti
Mahasiswa Magister Manajemen Uniersitas Prasetiya Mulya

di share oleh :

Teras Admin