Kasus Jiwasraya: Skandal Keuangan di Sektor Asuransi BUMN
Kasus Jiwasraya: Skandal Keuangan di Sektor Asuransi BUMN
Kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero) menjadi skandal keuangan terbesar dalam sejarah industri asuransi Indonesia, dengan kerugian negara mencapai Rp16,8 triliun. Skandal ini menyingkap lemahnya tata kelola korporasi, pengawasan keuangan, serta integritas manajemen di sektor BUMN.
1. Latar Belakang
Produk JS Saving Plan yang ditawarkan Jiwasraya pada 2013–2018 menjanjikan imbal hasil tinggi (9–13% per tahun), jauh di atas rata-rata pasar. Untuk memenuhinya, manajemen menginvestasikan dana premi ke saham-saham berisiko tinggi (saham gorengan) dan reksa dana terafiliasi tanpa kajian risiko memadai. Ketika gagal bayar klaim pada 2018, terbongkar bahwa laporan keuangan telah dimanipulasi untuk menutupi kerugian.
Hasil penyidikan Kejaksaan Agung dan audit BPK membuktikan adanya praktik korupsi dan pencucian uang yang dilakukan secara sistematis oleh jajaran direksi dan pihak eksternal seperti Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat. Enam terdakwa dijatuhi hukuman seumur hidup berdasarkan Putusan Tipikor No. 36/Pid.Sus-TPK/2020.
2. Permasalahan Hukum Utama
Pelanggaran prinsip kehati-hatian dalam investasi.
Pertanggungjawaban pidana korporasi dan individu.
Kelalaian OJK dan auditor eksternal.
Penyalahgunaan prinsip business judgment rule untuk pembelaan hukum.
3. Analisis Yuridis
a. Pelanggaran UU Perseroan Terbatas (UU No. 40/2007)
Direksi Jiwasraya terbukti lalai dan menyalahgunakan wewenang dengan menempatkan dana ke investasi berisiko tinggi tanpa persetujuan komisaris dan tanpa risk assessment. Mereka melanggar Pasal 97 dan 108 UU PT tentang tanggung jawab direksi dan komisaris untuk bertindak dengan itikad baik dan penuh kehati-hatian. Komisaris pun gagal menjalankan fungsi pengawasan efektif, memperburuk kerugian perusahaan dan negara.
b. Pelanggaran UU Pasar Modal (UU No. 8/1995)
Jiwasraya melanggar prinsip keterbukaan (disclosure) dengan memanipulasi laporan keuangan, menutupi risiko investasi, dan bekerja sama dengan manajer investasi untuk menggoreng harga saham. Pelanggaran ini termasuk false trading dan market manipulation sebagaimana dilarang dalam Pasal 90 UU Pasar Modal.
c. Tindak Pidana Korupsi dan Pencucian Uang (TPPU)
Dana hasil investasi fiktif dialihkan ke pihak ketiga dan perusahaan cangkang, melanggar UU No. 31/1999 jo. UU No. 20/2001 tentang Tipikor serta UU No. 8/2010 tentang TPPU. Uang hasil korupsi digunakan untuk membeli aset mewah dan disamarkan melalui transaksi berlapis.
4. Prinsip-Prinsip Hukum Relevan
Business Judgment Rule
Tidak dapat diterapkan karena keputusan investasi Jiwasraya tidak memenuhi unsur itikad baik, bebas konflik kepentingan, dan penilaian rasional. Keputusan investasi justru didorong motif manipulatif untuk memperkaya individu tertentu.
Fiduciary Duty
Direksi dan komisaris melanggar kewajiban fidusia dengan bertindak tanpa loyalitas dan kehati-hatian, serta mengabaikan kepentingan nasabah dan negara. Tindakan ini termasuk corporate breach of trust yang menimbulkan tanggung jawab perdata dan pidana.
Prudential Principle
Pengelolaan investasi tanpa analisis risiko dan kajian kelayakan melanggar prinsip kehati-hatian sebagaimana diatur dalam POJK No. 05/2016. Pelanggaran ini menimbulkan gross negligence dan membuka ruang tanggung jawab hukum pidana, perdata, serta administratif.
5. Evaluasi Peran OJK dan Auditor Eksternal
OJK gagal mendeteksi indikasi penyimpangan sejak dini meski terdapat tanda bahaya seperti konsentrasi investasi pada saham tidak likuid dan perbedaan nilai aset. Pengawasan bersifat reaktif, bukan preventif.
Sementara auditor eksternal (KAP Tanubrata Sutanto Fahrni Bambang & Rekan) tetap memberi opini Wajar Tanpa Pengecualian pada laporan keuangan yang menyesatkan. Hal ini menunjukkan kelalaian profesional dan potensi kolusi yang melanggar UU Akuntan Publik serta kode etik profesi.
6. Dampak Sosial dan Ekonomi
Ratusan ribu nasabah kehilangan dana dan manfaat polis.
Negara menanggung kerugian >Rp16,8 triliun dan beban fiskal melalui penyertaan modal negara.
Kepercayaan publik terhadap asuransi dan BUMN menurun drastis.
Harga saham-saham yang digoreng anjlok, mengguncang pasar modal.
Pemerintah harus membentuk IFG Life (2020) untuk menyelamatkan polis aktif Jiwasraya, menandai intervensi besar-besaran dalam industri asuransi BUMN.
7. Kesimpulan
Kasus Jiwasraya mencerminkan kegagalan sistemik dalam tata kelola perusahaan, lemahnya pengawasan OJK dan auditor, serta pelanggaran prinsip hukum korporasi. Skandal ini menegaskan pentingnya:
Penegakan fiduciary duty dan prudential principle dalam BUMN keuangan.
Reformasi regulasi dan pengawasan independen sektor jasa keuangan.
Akuntabilitas hukum bagi direksi, komisaris, dan lembaga pengawas eksternal.
Jiwasraya menjadi pelajaran penting bahwa tanpa tata kelola yang transparan, integritas hukum, dan pengawasan efektif, lembaga keuangan publik dapat menjadi sarana kejahatan korporasi yang merugikan negara dan rakyat secara masif.
Penulis:
Ong Sugiharto
Mahasiswa Magister Manajemen Universitas Prasetiya Mulya